Minggu, 25 Desember 2011

PPN dan PPnBM


BAB II

PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK PPN

a. PPN merupakan pajak tidak langsung.
Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. Sedangkan ditinjau dari sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada ditangan pihak yang memikul beban pajak.

b. Pajak Objektif.
Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan. PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan yang rendah. Jika mereka menggunakan barang atau jasa dari jenis yang sama diperlakukan sama.

c. Multi Stage Tax.
PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari tingkat pabrik(manufaktur) kemudian ditingkat pedagang besar (wholeseller) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.

d. Mekanisme Pemungutan PPN Mengunakan Faktur Pajak.
Setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak. Bagi pembeli, importir, atau penerima jasa merupakan bukti pembayaran pajak. Berdasarkan faktur pajak inilah akan dihitung jumlah pajak terutang dalam satu masa pajak, yang wajib dibayar ke kas negara.

e. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri.
Sebagai Pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam negeri.

f. Pajak Pertambahan Nilai Bersifat Netral
Dalam mekanisme pemungutannya, PPN mengenal dua prinsip, yaitu :
Prinsip tempat asal, mengandung pengertian bahwa PPN dipungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi.
Prinsip tempat tujuan, berarti bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi.

     Dalam prinsip ini, komoditi impor akan menanggung beban pajak yang sama dengan barang produksi dalam negeri. Sebaliknya barang produksi dalam negeri yang akan diekspor tidak dikenakan PPN, karena akan dikenakan PPN di negara tempat komoditi ekspor tersebut akan dikonsumsi. Supaya daya saing komoditi ekspor Indonesia dengan produk domestik negara pengimpor tidak dipengaruhi oleh PPN Indonesia masih diperlukan sarana lain berupa pengenaan PPN atas komoditi ekspor dengan tarif 0 %.

g. Tidak menimbulkan dampak pengenaan Pajak Berganda.
Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah saja. Keadaan ini berbeda dengan situasi dalam era PPn 1951 yang dalam pelaksanaannya, Pengusaha tidak diberi hak untuk memperoleh kembali PPn yang dibayar atas perolehan bahan baku atau barang modal, sehingga PPn yang terutang sepenuhnya merupakan hasil perkalian tarif PPn dengan peredaran bruto.

B. PENGERTIAN DASAR ISTILAH TEKNIS PPN

1. Daerah pabean adalah wilayah negara RI yang didalamnya berlaku peraturan Perundang-undangan Pabean.
2. Barang adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun barang tidak berwujud.
3. Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan undang undang ini.
4. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
5. Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud pada angka 4 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini.
6. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5, termasuk Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kepentingan sendiri atau Jasa kena Pajak yang diberikan secara cuma-cuma oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
8. Ekspor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar daerah Pabean.
9. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual barang tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
10. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
11. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 10 yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
12. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
13. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual atau penggantian atau nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
14. Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan barang kena pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
15. Penggantiaan adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan jasa kena pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
16. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor barang kena pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini.
17. Pembeli adalah orang pribadi atau badan atau instansi pemerintah yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan barang kena pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga barang kena pajak tersebut.
18. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan atau instansi pemerintah yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan jasa kena pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian atas jasa kena pajak tersebut.
19. Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak karena penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak atau oleh direktorat jenderal bea dan cukai karena impor barang kena pajak.
20. Pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai yang dibayar oleh pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak dan/atau penerimaan jasa kena pajak dan/atau pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor barang kena pajak.
21. Pajak keluaran adalah pajak pertambahan nilai yang dipungut oleh pengusaha kena pajak karena penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
22. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir.
23. Pemungutan pajak pertambahan nilai adalah orang pribadi, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak kepada orang pribadi, badan, atau instansi pemerintah tersebut.

C. METODA PENGHITUNGAN PPN

Ada tiga metoda dalam penghitungan PPN, yaitu :

1. Addition Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah dikalikan tarif PPN yang berlaku.
2. Subtraction Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara harga jual dengan harga beli dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.
3. Credit Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara pajak yang dibayar pada saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada saat penjualan.


       Dari tiga metoda tersebut, undang-undang PPN menganut Credit Method dengan metode ini walaupun pengenaan PPN dapat dihindari kemungkinan timbulnya pengenaan pajak berganda. Dalam Credit Method dikenal adanya istilah Pajak Masukan yaitu pajak yang dibayar pada saat pembelian barang kena pajak atau jasa kena pajak dan Pajak Keluaran yatiu pajak yang dipungut pada saat penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Setiap pemungutan PPN, pengusaha kena pajak yang bersangkutan wajib membuat faktur pajak.

D. OBYEK , SUBYEK DAN TARIF PPN

A. OBYEK PPN

PPN dikenakan atas :

1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
2. Impor barang kena pajak
3. Penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam derah pabean.
6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
7.  Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
8. Penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.

       Pada dasarnya, sejak 1 Januari 1995 semua barang dikenakan PPN, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 huruf c Undang-undang PPN tahun 1984.

Barang yang tidak dikenakan PPN (Pasal 4A UU PPN 1984 Jo Pasal 3 sampai dengan Pasal 8 PP Nomor 50 tahun 1994)

1. Barang hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil kehutanan yang diperiksa langsung ,diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya.
2. Barang hasil peternakan, perburuan / penangkapan atau penangkaran yang diambil langsung dari sumbernya.
3. Barang hasil penangkapan atau budidaya perikanan yang diambil langsung dari
sumbernya
4. Barang hasil pertambangan, penggalian dan pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya
5. Barang-barang kebutuhan pokok, yaitu : beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai
dan garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
6. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung
dan sejenisnya
7. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6600 watt
8. Saham, obligasi dan surat-surat berharga
9. Air bersih yang disalurkan melalui pipa
Sampai dengan pertengahan tahun 1998, Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan
beberapa Surat Edaran mengenai Barang yang tidak dikenakan PPN sebagai
berikut :
1. Barang dagangan berupa mobil bekas jenis sedan, jeep, station wagon, van dan
kombi untuk sementara tidak dikenakan PPN (SE-23/PJ.52/1995)
2. Gaplek termasuk dalam pengertian ubi kayu (SE-35/PJ.51/1995)
3. Tembakau Krosok dan/atau tembakau rajangan masih termasuk pengertian
tembakau sebagai hasil tanaman perkebunan (SE-38/PJ.51/1995)
4. Daun teh segar yang diproses sampai pada tahap pengeringan, sepanjang tidak
meliputi tahap fermentasi dan tidak diserahkan dalam bentuk dikemas (SE-
47/PJ.51/1995)
5. Kayu yang ditebang dan diproses melalui tahapan pemangkasan cabang dan
ranting, pengupasan kulit dari batang serta dipotong-potong menjadi kayu bulat/
gelondongan masih dianggap sebagai barang hasil kehutanan (SE-60/PJ.51/1995)
6. Kopi dan lada yang diproses sampai tahap dikeringkan masih dianggap sebagai
barang hasil tanaman perkebunan (SE-61/PJ.51/1995)
7. Buah Kakao basah yang diproses sampai tahap yang dikeringkan (SE-
10/PJ.51/1997)
8. Kopra (SE-15/PJ.51/1998)
9. Kemiri yang diproses sampai dengan tahap pengeringan (SE-20/PJ.51/1998)

JASA KENA PAJAK

Seperti halnya barang, pada hakikatnya semua jasa dikenakan PPN, kecuali UU PPN
1984 menentukan sebaliknya.
Dalam upaya memberikan gambaran kepada masyarakat (Wajib Pajak) telah
dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./1994 tentang 28
jenis jasa yang dikenakan PPN sebagai berikut :
1. Jasa pencarian sumber-sumber minyak dan gas bumi dan jasa pengeboran di
bidang minyak dan gas bumi, termasuk kegiatan pengeboran sumur minyak dan
gas bumi, kegiatan pemasangan pipa, casing, tubin, cementing dan sejenisnya
2. Jasa pengeboran, penggalian dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum
3. Jasa perbaikan dan perawatan meliputi perbaikan dan perawatan mesin tenaga,
mesin industri, alat-alat berat, mesin listrik, alat-alat elektronik, kapal, pesawat
terbang, kendaraan bermotor, jasa salvage, jasa pengerukan dan sejenisnya
4. Jasa persewaan barang tidak bergerak: meliputi persewaan pabrik,
gedung/bangunan untuk perkantoran, untuk tempat usaha/pertokoan, untuk tempat
tinggal (flat, rumah tinggal) kecuali hotel, losmen, motel dan rumah penginapan
lainnya, dan sejenisnya.
5. Jasa persewaan barang bergerak: meliputi persewaan mesin dan peralatan
(termasuk mesin dan peralatan untuk pertanian , pertambangan, industri
pengolahan, konstruksi telekomunikasi perkantoran dan penjualan), persewaan
pesawat udara, persewaan alat angkutan darat, dan persewaan barang bergerak
lainnya.
6. Jasa persewaan kapal (bare boat dan time charter)
7. Jasa hukum : termasuk jasa pengacar, jasa notaris dan PPAT, jasa LBH, jasa
konsulen pajak dan jasa hukum lainnya.
8. Jasa akuntansi dan pembukuan: termasuk jasa pengurusan pembukuan,
pemeriksaan pembukuan, jasa pengolahan data dan tabulasi yang merupakan
bagian dari jasa akuntansi dan pembukuan.
9. Jasa pengolahan data tabulasi, baik dengan komputer maupun secara manual dan
jasa di bidang komputer.
10. Jasa perusahaan dan jasa perdagangan: meliputi jasa makelar (broker), jasa
keagenan, jasa pengurusan perusahaan (manajemen), jasa penaksiran nilai (valuer,
appraisal dan surveyor), jasa perencanaan, jasa konsultan manajemen, jasa
penerjemahan, jasa stenografi, jasa pelaporan persidangan, dan sejenisnya.
11. Jasa periklanan dan riset pemasaran : termasuk jasa periklanan dengan media
cetak radio, televisi dan bioskop, pembuatan dan pemasangan poster/gambar dan
tulisan untuk iklan seperti pamflet, brosur dan macam-macam reklame lainnya.
12. Jasa bangunan, arsitek dan teknik : termasuk jasa konsultasi bangunan, jasa
arsitek/perancang bangunan, jasa perancang interior, jasa perancang pertamanan,
jasa bangunan dan teknik dalam hubungan dengan industri pengolaha, konstruksi
atau kegiatan lain, jasa survey geologi, penyelidikan tamban/ pencarian bijih
tambang , jasa pemetaan dan foto udara, dan jasa penyelidikan lainnya.
13. Jasa pematangan tanah (land clearing) : termasuk jasa pembongkaran bangunan,
jasa pengerukan, kecuali jasa pematangan tanah untuk transmigrasi dan reboisasi.
14. Jasa pembersihan : kecuali jasa pembersihan kota yang dilakukan oleh dan atas
nama Dinas Kebersihan Kota.
15. Jasa pembasmian hama, kecuali jasa pembasmian hama dalam lingkungan
pertanian, peternakan serta pembasmian hama untuk kepentingan umum.
16. Jasa pelabuhan laut dan pelabuhan udara.
17. Jasa ekspedisi muatan darat, laut dan udara.
18. Jasa pergudanagan : termasuk cold storage, dan jasa pergudangan lainnya.
19. Jasa biro perjalanan.
20. Jasa perawatan jasmani : termasuk jasa pusat kebugaran jasmani (fitness centre),
jasa pemeliharaan rambur dan kecantikan (salon kecantikan), panti pijat
kecualipanti pijat tradisonal yang dibawah pembinaan Pemerintah.
21. Jasa pelimpahan barang tidak berwujud berupa hak dengan nama dan dalam
bentuk apapun, seperti royalty, paten, merek dagang dan sejenisnya.
22. Jasa penebangan hutan : meliputi pemotongan, jasa penyeradan, jasa pengulitan
dan jasa sejenisnya.
23. Jasa pengamanan, meliputi jasa pengamanan pabrik, jasa pengamanan kantor, jasa
pengamanan pengiriman barang, jasa pengaman orang dan jasa sejenisnya.
24. Jasa pemindahan barang, yaitu jasa pemindahan barang dari satu tempat ke tempat
lain termasuk jasa penderekan mobil, jasa pindah rumah, dan jasa sejeninsnya.
25. Jasa pengurusan dan konsultasi pesta, termasuk jasa pengurusan dan konsultasi
pesta perkawinan dengan segala tata caradan tata upacara adat, jasa pengurusan
dan konsultasi pesta ulang tahun, jasa pengurusan dan konsultasi upacara
tradisional dan jasa sejenisnya.
26. Jasa pelabuhan sungai.
27. Jasa ekspedisi muatan sungai
28. Jasa pembawa acara (master of ceremonies), yaitu jasa pembawa acara hiburan,
jasa pembawa acara perlombaan/ pertandingan dan jasa sejenisnya, kecuali untuk
program penyiaran radio dan televisi.

Jasa yang tidak dikenakan PPN (Pasal 4A UU PPN 1984 Jo Pasal 9 PP nomor 50
tahun 1994)

1. Jasa dibidang pelayanan kesehatan medik, meliputi : jasa dokter umum, dokter
spesialis , dokter gigi, jasa dokter hewan, jasa akupunktur, ahli gigi, ahli gizi,
fisioterapi dan sejenisnya, jasa kebidanan, dukun bayi dan sejenisnya, jasa
paramedis, perawat dan sejenisnya
2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi : Jasa pelayanan panti asuhan dan panti
jompo, jasa pemadam kebakaran, kecuali yang komersial, jasa pemberian
pertolongan pada kecelakaan, jasa lembaga rehabilitasi, jasa pemakaman trmasuk
krematorium, jasa di bidang olahraga, kecuali yang komersial, dan jasa pelayanan
sosial lainnya, kecuali yang komersial
3. Jasa di bidang pengiriman surat, meliputi : jasa pengiriman surat, jasa pengiriman
uang, jasa penyimpanan dan pembayaran uang dan jasa pelayanan penjualan
benda-benda pos dan meterai dan jasa yang dilakukan oleh Perum Pos dan Giro
4. Jasa di bidang perbankan,meliputi jasa penyediaan tempat untuk menyimpan
barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan kontrak, jasa anjak piutang dan jasa wali amanat; jasa asuransi dan
sewa guna usaha dengan hak opsi
5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi jasa pelayanan rumah-rumah ibadah, jasa
pemberian khotbah atau dakwah dan jasa lainnya di bidang keagamaan
6. Jasa di bidang pendidikan, baik pendidikan sekolah seperti jasa penyelenggaraan
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidik akademik, dan pendidikan
profesional maupun jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah seperti kursuskursus
7. Jasa di bidang kesenian adalah jasa dibidang kesenian yang tidak bersifat
komersial seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara
cuma-cuma.
8. Jasa di bidang penyiaran adalah jasa penyiaran radio dan televisi baik yang
dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan
tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersil.
9. Jasa di bidang angkutan umum, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di
danau, maupun disungai yang dilakukan pemerintah maupun oleh swasta dan jasa
nagkutan udara di luar negeri termasuk didalamnya jasa angkutan dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
tersebut.
10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi jasa tenaga kerja, jasa penyediaan tenaga
kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas
hasil kerja dari tenaga kerja tersebut, dan jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga
kerja.
11. Jasa di bidang perhotelan, meliputi jasa persewaan kamar termasuk tambahannya
di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel serta fasilitas yang terkait
dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap dan jasa persewaan
ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen dan hostel.
12. Jasa di bidang telekomunikasi meliputi jasa telepon umum coin-box dan jasa
telegram.

PPN atas Jasa perdagangan (Surat Edaran Direktut Jenderal Pajak Nomor SE-
08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996)

1. Jasa perdagangan yang dikenakan PPN, meliputi :
Pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang selaku penerima jasa
perdagangan berada di dalam Daerah Pabean.
Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli selaku penerima jasa perdagangan
berada di dalam Daerah Pabean.
Pengusaha jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean sedang penjual
barang selaku penerima jasa perdagangan dan pembeli barang berada didalam
Daerah Pabean.
Pengusaha jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean sedang pembeli
barang selaku penerima jasa perdagangan dan penjual barang di dalam Daerah
Pabean.
Pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang berada di luar Daerah Pabean
sedang pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada di dalam
Daerah pabean.
Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada diluar Daerah Pabean
sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di dalam
Daerah Pabean.
Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah
Pabean sedang penjual selaku penerima jasa perdagangan berada di luar
Daerah Pabean tetapi memiliki BUT di Indonesia meskipun pembayaran
dilakukan langsung oleh penjual dari luar Daerah Pabean (tanpa melalui BUTnya
di Indonesia) kepada pengusaha jasa perdagangan.
Pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang berada di dalam Derah
Pabean, sedang pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada di
luar Daerah Pabean tetapi mempunyai BUT di Indonesia meskipun
pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh pembeli barang
tersebut (tanpa melalui BUT-nya di Indonesia) kepada pengusaha jasa
perdagangan.
2. Jasa perdagangan yang tidak dikenakan PPN, meliputi :
Pengusaha jasa perdagangan dna pembeli barang berada di dalam Daerah
pabean sedang penjual selaku penerima jasa perdagangan berada di luar
Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT di
Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh
penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan.
Pengusaha jasa perdagangan dan penjual berada di dalam Daerah Pabean
sedang pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan di luar Daerah
pabean sepanjang pembeli barang tersebut tidak mempunyai BUT di Indonesia
dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh pembeli barang
tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan.
Pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang selaku penerima jasa
perdagangan berada di luar Daerah Pabean sedang pembeli barang berada di
dalam Daerah Pabean.
Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli selaku penerima jasa perdagangan
berada di luar Daerah Pabean sedang penjual barang berada di dalam Daerah
Pabean.

Daerah Pabean
Daerah pabean adalah wilayah RI yang didalamnya berlaku peraturan perundangundangan
Pabean yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya
serta tempat-tempat tertentu di Zona Economi Eksklusif dan Landas Kontinen.
Dengan demikian, maka seluruh wilayah Republik Indonesia adalah Daeah Pabean.

Lingkungan Perusahaan atau Pekerjaan
Yang dimaksud dengan Penyerahan dilakukan dalam lungkungan perusahaan atau
pekerjaannya sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah dalam rangka kegiatannya
sehari-hari sebagai Pengusaha Kena Pajak. Apabila perusahaan real estate
menyerahkan hadiah sebuah mobil kepada pembeli sebagai hadiah yang diundi,
maka atas penyerahan mobil tidak dikenakan pajak, karena dilakukan tidak dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaan sebuah real estate, tetapi apabila penyerahan
mobil tersebut dikaitkan dengan penyerahan rumah , misalnya setiap pembeli rumah
ukuran tertentu diberi hadiah sebuah mobil, maka harga jual mobil merupakan
bagian dari harga jual rumah, karena merupakan satu paket penyerahan rumah dan
mobil.

Pemanfaatan BKP tidak Berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean
didalam Daerah Pabean

Titik tolak yang mendasari pengenaan pajak atas pemanfaatan BKP tidak berwujud
dan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean adalah prinsip destinasi.
Berdasarkan prinsip ini, pajak dikenakan di tempat tujuan BKP atau JKP
dimanfaatkan. BKP tidak berwujud dapat berupa hak paten, hak cipta dan merk
dagang. Saat mulai pemanfaatan ditentukan oleh peristiwa hukum yang lebih dahulu
dilakukan , yaitu :
Saat secara nyata BKP tidak berwujud atau JKP tersebut digunakan
Saat harga perolehannya dinyatakan sebagai utang
Saat harga jual atau penggantian ditagih oleh pihak yang menyerahkan
Saat harga perolehan dibayar sebagian atau seluruhnya
Saat ditandatangani surat perjanjian

Membangun Sendiri yang Dilakukan tidak Dalam Lingkungan Perusahaan
atau Pekerjaan
Suatu kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila memenuhi persyaratan :
Dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan
Yang dibangun adalah bangunan untuk tempat tinggal tidak termasuk fasilitas
penunjang, tetapi kalau untuk tempat usaha termasuk semua fasilitas
penunjang
Luas bangunan 400 m2 atau lebih
Bangunan bersifat permanen, artinya bangunan tahan sampai dengan 25 tahun
atau lebih
Khusus untuk bangunan diatas tanah dalam lingkungan real estate hanya yang
tanahnya diperoleh sebelum 1 Januari 1995

Penyerahan Aktiva yang Dilakukan oleh PKP yang menurut Tujuan Semula
tidak untuk Diperjualbelikan
Dalam memori penjelasan pasal 16D UU PPN 1984 menegaskan, bahwa
penyerahan mesin, peralatan, parabotan atau aktiva lain yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP dikenakan PPN sepanjang PPN
yang dibayar saat perolehannya dapat dikreditkan. Dalam ketentuan tersebut ada
dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah PKP
PPN pada saat perolehan aktiva menurut ketentuan dapat dikreditkan
Kedua syarat tersebut harus dipenuhi, jika salah satunya tidak dipenuhi, maka
tidak dikenakan PPN.


B. Subyek Pajak
1. Pengusaha
Dalam Pasal 1 huruf k UU PPN 1984 dirumuskan, bahwa Pengusaha adalah
orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan
jasa dari luar daerah pabean.

2. Pengusaha Kena Pajak
Dalam Pasal 1 huruf l UU PPN 1984 ditentukan bahwa Pengusaha Kena Pajak
adalah:
Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, berarti
telah memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang menyerahkan BKP dan/atau JKP
Pengusaha yang mengekspor BKP yang telah dikukuhkan sebagai PKP
Pengusaha Kecil yang mengajukan permohonan untuk dikukuhkan menjadi
PKP

3. Pengusaha Kecil
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 648/KMK.04/1994 tanggal
29 Desember 1994 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-
05/PJ.05/1995 tanggal 15 Februari 1995 ditetapkan bahwa Pengusaha Kecil
adalah Pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan :
BKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 240 juta
JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 120 juta
Apabila Pengusaha disamping melakukan penyerahan BKP juga melakukan
penyerahan JKP, maka kriteria Pengusaha Kecil adalah :
Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 240 juta dalam hal
lebih dari 50 % dari seluruh jumlah peredaran bruto berasal dari penyerahan
BKP
Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 120 juta dalam hal
lebih dari 50 % dari seluruh jumlah peredaran bruto berasal dari penyerahan
JKP
Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 120 juta dalam hal
50 % dari peredaran bruto berasal dari penyerahan BKP atau JKP
Mulai 1 Januari 2004 Batasan pengusaha kecil berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor No. 571/KMK.03/2003 adalah sebesar Rp 600.000.000.

4. Hubungan Istimewa
Berdasarkan Pasal 2 UU PPN 1984, Hubungan Istimewa dapat terjadi, karena
a. Penyertaan
Pengusaha yang mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung
sebesar 25 % atau lebih d\pada pengusaha lain
Hubungan antar pengusaha dengan penyertaan 25 % atau lebih pada dua
pengusaha atau lebih
Hubungan antara dua pengusaha atau lebih yang modalnya sebesar 25 %
atau lebih dipegang oleh satu pengusaha
b. Penguasaan Manajemen
Pengusaha yang satu menguasai pengusaha lainnya atau dua atau lebih
pengusaha berada dibawah penguasaan pengusaha yang sama baik
langsung maupun tidak langsung
c. Hubungan Kekeluargaan
Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus satu derajat dan/ atau kesamping satu derajat
Sedarah lurus satu derajat : ayah, ibu dan anak
Sedarah kesamping satu derajat : kakak dan adik
Semenda lurus satu derajat : mertua dan anak tiri
Semenda kesamping satu derajat : ipar
Hubungan antara suami isteri jika ada perjanjian pemisahan harta dan
Penghasilan

5. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Berdasarkan pasal 3A ayat 1 UU PPN 1984 Pengusaha Kena Pajak wajib :
a. Memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
b. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang
c. Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih
besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan
PPnBM yang terutang
d. Melaporkan penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang
C. Tarif PPN
Tarif PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP adalah sebesar 10 % dari Dasar
Pengenaan Pajak.
Tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0 % dari Dasar Pengenaan Pajak . Pengenaan tarif
0 % bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, dengan demikian Pajak
Masukan yang telah dibayar untuk menghasilkan barang yang diekspor tetap dapat
Dikreditkan

E. KARAKTERISTIK, LATAR BELAKANG DAN MEKANISME PENGENAAN PPn-BM

1). KARAKTERISTIK PPn-BM
a. PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN
b. PPnBM hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor BKP yang tergolong
mewah, atau atas penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
PKP Pabrikan dari BKP yang tergolong mewah tersebut
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN
d. Apabila Eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar
pada saat perolehannya dapat diminta kembali

2). LATAR BELAKANG PENGENAAN PPn-BM
1. PPN berdampak regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen, semakin
ringan beban pajak yang dipikul. Untuk mengurangi regresivitas ini, terhadap
konsumen yang mengkonsumsi BKP yang tergolong mewah dikenakan beban
pajak tambahan yaitu PPnBM.
2. Konsumsi BKP yang tergolong mewah bersifat kontraproduktif. Hal ini
merupakan upaya untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak produktif
dalam masyarakat.
3. Produsen kecil dan tradisional menghadapi saingan berat dari komoditi impor.
Dengan motivasi ini, pengenaan PPnBM dimaksudkan untuk melindungi
produsen kecil dan tradisional atau untuk tujuan proteksi
4. Tuntutan peningkatan penerimaan negara dari tahun ke tahun

3). MEKANISME PENGENAAN PPNBM ATAS KENDARAAN BERMOTOR
(KMK-272/KMK.04/1995)
1. Impor kendaraan bermotor dalam keadaan terbongkar (CKD) oleh ATPM atau
Pabrikan tidak dikenakan PPnBM
2. Penyerahan didalam daerah pabean kendaraan bermotor dalam keadaan CKD
tersebut oleh ATPM dikenakan PPnBM dengan DPP 125% (biaya karoseri
ditetapkan 25%)
3. Impor kendaraan jenis sedan dalam keadaan terpasang/CBU oleh bukan ATPM
dikenakan PPnBM. Dalam nilai CIF < 80% nilai CIF kendaraan sejenis yang
diimpor ATPM, maka DPPnya untuk menghitung PPN dan PPnBM sebesar 150%
4. Impor kendaraan bermotor jenis sedan dalam keadaan terpasang oleh ATPM tidak
dikenakan PPnBM. Penyerahan didaerah pabean kendaraan jenis impor dikenakan
PPnBM.

4). Pengelompokan BKP Yang Tergolong Mewah Jenis Kendaraan Bermotor (PP
50/1994 Jo PP 36/1996 Jo PP 14/1998)
a. Kelompok kendaraan bermotor dengan tarif 20% :
Kendaraan bermotor beroda dua yang isi silindernya 250 cc atau kurang
Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van dan pick up yang memakai
bahan bakar bensin
b. Kelompok kendaraan bermotor dengan tarif 25% :
Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van dan pick up yang memakai
bahan bakar solar
c. Kelompok kendaraan bermotor dengan tarif 35% :
Kendaraan bermotor beroda dua yang isi silindernya lebih dari 250 cc
Kendaraan bermotor jenis bus, kecuali yang dibuat di dalam negeri
Kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon lebih dari 1600 cc atau
kurang yang kandungan lokalnya 60% atau kurang
Kendaraan bermotor jenis jeep ya g kandungan lokalnya 60% atau kurang
Kendaraan bermotor jenis mobil balap dan caravan

PPnBM yang terutang Ditanggung oleh Pemerintah atas penyerahan di dalam
daerah pabean :
Kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon yang dibuat di dalam negeri
dengan isi silinder kurang dari 1600 cc dan kandungan lokalnya lebih dari 60%
Kendaraan bermotor jenis jeep, kombi, minibus, van dan pick up yang dibuat di
dalam negeri dengan kandungan lokal lebih dari 60%

Impor dan Penyerahan Di Daerah Pabean Yang Tidak Dikenakan PPnBM
Semua jenis kendaraan bermotor untuk dinas ABRI, POLRI dan Protokoler
kenegaraan sepanjang dananya dari APBN/APBD
Kendaraan bermotor jenis jeep, kombi, minibus, van, pick up, sedan, bus dan
sedan yang digunakan untuk kendaraan tahanan, kendaraan pemadam kebakaran,
kendaraan jenazah dan kendaraan angkutan umum
Kendaraan bermotor jenis van dan pick up yang digunakan untuk kendaraan
angkutan barang

Pengelompokan BKP Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor
(KMK 644/KMK.04/1994 Jo KMK 274/KMK.04/1994)
a. Kelompok Tarif 10% meliputi :
Kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi, mengandung
tambahan gula atau pemanis lainnya atau tidak, diberi aroma atau tidak,
diberi rasa atau tidak, mengandung tambahan buah-buahan, biji-bijian,
cocoa atau tidak, yoghurt, kephir, whey, keju, mentega atau lemak atau
minyak yang diperoleh dari susu yang dibotolkan atau dikemas.
Kelompok air buah dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak
mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya
maupun tidak, mengandung aroma atau tidak, serta dibotolkan/dikemas.
Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung
tambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aroma
maupun tidak, yang dibotolkan/dikemas, serta air soda yang
dibotolkan/dikemas.
♦ Kelompok wangi-wangian, produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit,
tangan, kaki, dan rambut serta preparat rias lainnya.
♦ Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, mesin
jual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan pesawat penerima
siaran televisi.
♦ Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium,
town house, dan sejenisnya.
b. Kelompok Tarif 20% meliputi :
♦ Kelompok semua permadani kecuali yang dibuat dari wool atau bulu hewan
dan sutera.
♦ Kelompok barang saniter dan perlengkapannya, kecuali yang terbuat dari
plastik, seng atau semen.
♦ Kelompok alat-alat fotografi, alat sinematografi, alat optik, alat perekam
suara atau gambar, alat reprosuksi suara atau gambar, media rekam, pesawat
penerima dan pengirim suara, pesawat siaran televisi dan bagiannya.
♦ Kelompok mesin pengatur suhu udara, pesawat pendingin dan pesawat
pemanas (kecuali yang sudah termasuk kelompok tarif 10%), mesin seterika,
mesin cuci, mesin pengering, pesawat elektromagnetik, pesawat cukur dan
pesawat pangkas rambut serta instrumen mesin.
♦ Kelompok alat-alat rumah tangga tertentu, dan untuk permainan selain yang
sudah termasuk kelompok tarif PPnBM 35%, kecuali dibuat di dalam negeri.
c. Kelompok Tarif 35% meliputi :
♦ Kelompok minuman yang mengandung alkohol.
♦ Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari kulit
atau kulit tiruan, kecuali yang di buat di dalam negeri.
♦ Kelompok permadani yang dibuat dari jenis bahan tertentu (wool atau bulu
hewan halus lainnya atau sutera).
♦ Kelompok semua jenis alas kaki, kecuali yang di buat di dalam negeri.
♦ Kelompok barang-barang yang seluruh atau sebagian terbuat dari kristal,
batu pualam, granit dan/atau onyx, kecuali yang di buat di dalam negeri.
♦ Kelompok barang-barang pecah belah, kecuali yang di buat di dalam
negeri.
♦ Kelompok barang-barang yang terbuat dari keramik, kecauli yang di buat di
dalam negeri.
♦ Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam
mulia dan/atau mutiara, atau campuran dari padanya, kecuali yang di buat
di dalam negeri.
♦ Kelompok pesawat udara, kecuali yang digunakan untuk keperluan negara
dan angutan umum.
♦ Kelompok kapal siar, bahtera dan kendaraaan air tertentu, kecuali untuk
keperluan negara dan angutan umum.
♦ Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga golf, power boating,
gantole dan terbang layang, menyelam.
♦ Kelompok senjata api, senjata angin dan gas besrta peralatannya kecuali
untuk keperluan negara.
♦ Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor, kecuali untuk
keperluan negara.
♦ Kelompok perlengkapan untuk permainan dalam ruangan, diatas dan
didalam taman hiburan untuk orang dewasa dan anak-anak.





F. DASAR PENGENAAN PAJAK

a). PENGERTIAN DASAR PENGENAAN PAJAK

Menurut pasal 1 huruf n, o, p, q, dan w undang-undang PPN 1984, dasar pengenaan
pajak adalah nilai berupa uang yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung
pajak terutang. Yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah :
a. Harga jual yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP tidak termasuk
PPN/PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
b. Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP tidak termasuk PPN
dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak.
c. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan sesuai Undan-Undang Pabean untuk
impor BKP tidak termasuk PPN dan PPnBM.
d. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai DPP bagi penyerhan
BKP atau JKP yang memenuhi kriteria tertentu yaitu :
1. Untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma adalah harga jual atau
penggantian tidak termasuk laba kotor.
2. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah harga jual ratarata.
3. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
4. Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
adalah harga pasar wajar.
5. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.
6. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata adalah 10% dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
7. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah tagihan.
8. Untuk penyerahan PKP pedagang eceran adalah 20% dari seluruh jumlah
penyerahan BKP.
9. Untuk anjak piutang adalah 5% dari service charge, provisi dan discount.

b). PENGENAAN PPN TERHADAP PEDAGANG ECERAN
Pedagang eceran adalah pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya melakukan usaha perdagangan dengan cara sebagai berikut :
a. Tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lainnya.
b. Menyerahkan BKP melalui tempat penjualan eceran.
c. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului penawaran tertulis,
pemesanan, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai.
d. Jumlah peredaran bruto dalam satu tahun buku atau bagian dari tahun buku
melebihi batasan pengusaha kecil.

c).CARA MENGHITUNG PPN TERUTANG TERHADAP PEDAGANG
ECERAN
Pedagang eceran dapat memilih nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (pasal 29
ayat 3 PP No 50 tahun 1994), dengan cara sebagai berikut :
1. PPN yang terutang atas penyerahan BKP sama dengan 10% dari harga jual BKP.
2. PPN yang dibayar oleh pedagang eceran adalah 10% x 20% x harga jual seluruh
barang dagangan.
Berdasarkan Kep-12/PJ./1995 Jo SE-04/PJ.53/1995 diberikan penegasan sebagai
berikut :
a. PKP pedagang eceran yang tidak menggunakan nilai lain sebagai DPP wajib
memberitahukan secara tertulis kepada KPP tempat pengukuhan.
b. Dalam hal pedagang eceran yang disamping melakukan pedagangan eceran juga
melakukan kegiatan lain maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Jika jumlah peredarannya yang berasal dari kegiatan lain lebih dari 50% dari
seluruh peredaran barang dan jasa maka PKP tersebut wajib membuat SPT
masa PPN bentuk formulir 1195.
2. Apabila jumlah peredaran yang berasal dari kegiatan lain tidak melebihi 50%
maka PKP wajib menggunakan SPT masa PPN bentuk formulir 1195PE dan
menggunakan nilai lain sebagai DPP.

G. PEMUNGUT PPN
1). PEMUNGUT PPN
Berdasarkan Pasal 16A UU PPN Jo Kep Pres Nomor 56 tahun 1988, Pemungut PPN
adalah :
1. Instansi Pemerintah :
a. Kantor Perbendaharaan Negara
b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
2. Badan-badan tertentu :
a. Pertamina
b. Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Pertambangan
c. Badan Usaha Milik Negara dan Daerah
d. Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah
Berdasarkan Kepeutusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 mulai 1 Januari
2004 pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM adalah Bendaharawan
pemerintah dan kantor perbendaharaan dan kas negara.

2). OBYEK PEMUNGUTAN DI BIDANG PPN :
Obyek pemungutan di bidang ppn
1. Setiap pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut PPN, kecuali :
a. Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 500.000 termasuk
PPN/PPnBM dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah
c. Pembayaran atas penyerahan BKP yang PPNnya ditanggung oleh Pemerintah
d. Pembayaran BBM dan Non BBM yang penyerahannya dilakukan oleh
Pertamina
e. Pembayaran atas jasa telekomunikasi yang diserahkan oleh PT Telkom
f. Pembayaran atas Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri
g. Pembayaran kepada perseorangan yang mnyewakan ruangan atau rumah
tinggal yang nilai sewa seluruhnya tidak melebihi Rp 30.000.000 setahun
h. Pembayaran untuk penyerahan bukan BKP dan bukan JKP
i. Pembayaran untuk penyerahan JKP yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah
yang menjalankan fungsi Pemerintah
j. Pembayaran atas penyerahan JKP yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah
kepada Instansi Pemerintah lainnya sepanjang dananya berasal dari APBN/D
dan Instansi Pemerintah yang menerima pembayaran memasukkannya
kedalam Mata Anggaran penerimaan instansi tersebut
k. Pembayaran kepada Rekanan non PKP atau non NPWP yang tidak
didasarkan atas kontrak.
2. Pembayaran kepada Rekanan non PKP atau non NPWP yang menyerahkan BKP
atau JKP berdasarkan kontrak /purchase order
3).OBYEK PEMUNGUTAN DI BIDANG PPN-BM :

Dalam hal Pemungut PPN melakukan pembayaran kepada Rekanan non Pabrikan
atas penyerahan BKP yang Tergolong Mewah, maka tidak perlu memungut PPnBM
karena atas penyerahan ini hanya terutang PPN, tidak terutang PPnBM.

4).MEKANISME PEMUNGUTAN
1. Saat pajak terutang adalah pada saat pembayaran. Dalam pasal 30 PP nomor 50/
1994 ditetapkan bahwa pajak yang terutang dipungut pada saat pembayaran oleh
Pemungut PPN
2. Pada saat PKP Rekanan memasukkan tagihan diwajibkan membuat :
a. Faktur Pajak yang sudah diisi lengkap
b. SSP yang hanya diisi Identitas PKP Rekanan dan Jumlah PPN terutang,
sedangkan kolom Masa Pajak dan tanggal pembuatan serta tanda tangan
dikosongi
3. Faktur Pajak dibuat rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan :
Lembar ke-1 : untuk Pemungut PPN
Lembar ke-2 : untuk PKP yang bersangkutan
Lembar ke-3 : untuk kepala KPP melalui Pemungut PPN
4. SSP dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukan :
Lembar ke-1 : untuk PKP Rekanan
Lembar ke-2 : untuk KPP melalui KPKN
Lembar ke-3 : untuk PKP Rekanan guna dilampirkan pada SPT Masa PPN
Lembar ke-4 : untuk Bank Persepsi / Kantor Pos dan Giro
Lembar ke-5 : untuk Pemungut PPN
5. Dalam hal Bank Pemerintah atau Bank Pembangunan Daerah bertindak sebagai
Kasir dari Bendaharawan Pemerintah, maka Faktur Pajak dan SSP yang
diteruskan ke Bank yang bersangkutan melalui Bendaharawan. Yang diwajibkan
memungut dan melapor adalah Bank yang bersangkutan
6. Saat Pelaporan
a. Bagi Bendaharawan / KPKN selaku Pemungut PPN, pajak yang telah
dipungut dan telah disetor ke Kas Negara melalui Bank Persepsi selambatlambatnya
tanggal 7 bulan berikutnya dan dilaporkan ke KPP selambatlambatnya
tanggal 14 pada bulan yang sama dengan bulan setoran
b. Bagi badan-badan tertentu selaku Pemungut PPN, pajak yang telah dipungut
dan telah disetor ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan
berikutnya, wajib dilaporkan kepada KPP selambat-lambatnya tanggal 20
pada bulan yang sama dengan bulan dilakukan setoran
c. Atas pembayaran yang tidak wajib dipungut PPN/PPnBM, tetap dilaporkan
dengan cara mencantumkan sebagai catatan pada halaman yang kosong yang
terdapat pada formulir Laporan Pemungutan PPN/PPnBM
d. Bagi PKP Rekanan, jumlah pembayaran yang telah diterima dari Pemungut
PPN dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada masa pajak diterima
pembayaran, apabila pembayaran diterima dari KPKN, dilaporkan dalam SPT
Masa PPN pada masa pajak sesuai dengan tanggal mesin kas register.

5). PENGAWASAN DAN SANKSI
Pengawasan dan Sanksi yang dapat diterapkan terhadap Pemungut PPN dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan pasal 6 dan pasal 9 Keputusan Menteri Keuangan nomor
1287/KMK.04/1988. Bagi Bendarawan selaku Pemungut PPN yang tidak
melaksanakan kewajibannya dengan baik dapat dikenakan sanksi melalui :
a. Pengawasan yang dilakukan oleh KPKN dengan cara tidak menyetujui
permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan oleh Bendaharawan
b. Pengawasan dilakukan juga oleh Kepala KPP dengan cara mengirim Surat
Tegoran kepada Bendaharawan yang belum menyampaikan laporan tentang
pemungutan dan penyetoran PPn/PPnBM yang telah dilakukan. Surat
Tegoran ini ditembuskan kepada Kepala KPKN yang bersangkutan
2. Berdasarkan Surat Edaran Seri PPN-133 diberikan penegasan lebih lanjut bahwa
bagi KPKN dan Bendaharawan yang tidak melaksanakan kewajibannya, dapat
dikenakan sanksi di bidang Kepegawaian atau bahkan apabila memenuhi unsur
pidana dapat dikenakan sanksi pidana

6). KETENTUAN KHUSUS
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 238/ KMK.04/1996, dilakukan
penunjukan perusahaan operator telepon seluler sebagai Pemungut PPN atas Impor
dan/atau penyerahan pesawat telepon.
Sebagai petunjuk pelaksanaannya adalah Surat Edaran DirJen Pajak nomor SE-
15/PJ.531/1996 yang menegaskan bahwa Perusahaan Operator Telepon Seluler juga
berkedudukan sebagai PKP yang wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN
yang terutang atas penyerahan jasa pengaktifan dan pulsa atas telepon seluler.
Kewajiban Perusahaan Operator Telepon Seluler sebagai PKP adalah sebagai
berikut :
1. Besarnya PPN yang harus dipungut atas telepon seluler yang akan diaktifkan
adalah :
a. Dalam hal merk ponsel tersebut terdaftar dan operator adalah ATPM/Dealer
dari ponsel tersebut, maka PPN yang harus dipungut sebesar 10 % dari harga
ponsel ditambah biaya pengaktifan
b. Dalam hal ponsel tersebut terdaftar dan operatornya bukan dealer dari ATPM
dan ponsel tersebut didukung dengan Faktur Pajak dari ATPM/Dealer, maka
besarnya PPN yang dipungut sebesar 10 % dari biaya pengaktifan
c. Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer
dari ATPM dan ponsel tersebut tidak didukung oleh Faktur Pajak, maka
besarnya PPN yang harus dipungut adalah adalah 10 % dari (Rp 4.000.000 +
biaya pengaktifan)
d. Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer
dari ATPM dan ponssel didukung Faktur Pajak yang bukan dari ATM/dealer,
maka besarnya PPN yang harus dipungut adalah 10 % dari (Rp 4.000.000 –
DPP yang tercantum dalam Faktur Pajak + biaya pengaktifan)
e. Dalam hal ponsel tersebut merknya tidak terdaftar dan ponsel tersebut
didukung dengan Faktur Pajak, besarnya PPN yang dapat dipungut adalah 10
% dari (Rp 4.000.000 – DPP yang tercantum dalam Faktur Pajak + biaya
pengaktifan)
f. Dalam hal ponsel tersebut merknya tidak terdaftar dan tidak didukung dengan
Faktur Pajak , besarnya PPN yang harus dipungut adalah 10 % dari Rp
4.000.000 + biaya pengaktifan
2. PPN wajib dipungut pada saat pengaktifan ponsel oleh operator
3. Pelaporan menggunakan SPT Masa PPN 1195
4. Saat penyetoran dan pelaporan mengikuti mekanisme yang sudah ada.